Kisah Memilukan Para Teroris

Hari itu aku tengah berada di sebuah tempat makan lesehan tengah menunggu makanan yang aku pesan tiba bersama teman-temanku, disamping ku terduduk temanku wanita bernama Tanti, sebut saja bagitu namanya, wanita betubuh langsing berkulit putih dan memiliki wajah innocent dan terlihat begitu cantik di antara temanku lainnya. Awalnya saya memperlihatkan sebuah pin up di tasku bertuliskan “Tuntaskan Kasus Century sebelum 100 Hari” dan saya pun nyeletuk.
“Ti, mau gak jadi Aktivis??” Tanya saya padanya sembari menunjukkan pin up Century saya kepadanya.
“Hah Maksudnya ??” Tanyanya penasaran.
“Ya n nti lo bakalan ikutan demonstrasi gituh !! Gue punya banyak channel soalnya dengan Organisasi Independent yang berafiliasi Politik”
“Ah gak mau ah, emang dapet apaan gue ikut-ikutan begituan kayak gitu ??” Tanyanya Lugu.
Pembicaraan pun lalu menjurus dan membicarakan permasalahan pemerintahan yang semakin pelik akhir-akhir ini dan sepertinya Tanti telah terprovokasi oleh permainan media, namun itu semua hanyalah pandangannya dan setiap orang berhak mengutarakan pandangannya dalam Negara demokrasi seperti Indonesia ini.
Kemudian pembicaraan pun mulai berubah haluan. Beberapa waktu sebelumnya ia pernah meminjam buku ku tentang Noordin M Top lalu aku pun bertanya kembali padanya.
“Gimana ?? Udah terprovokasi belum sama buku gue itu ??”
Lalu dengan lahap ia pun mulai mengutarakan pandangannya tentang kehidupan para teroris yang sebegitu gigih dan sedih sehingga membuat ia seperti ingin menangis pilu, ia sama sekali tidak menunjukkan kebenciannya pada para teroris tersebut.
Ia menggambarkan bagaimana Ibrahim yang menciumi anaknya satu persatu dan sempat berfoto bersama keluarganya sebelum ia beraksi dalam pengeboman JW marriot-Ritz Carlton, disaat keluarganya mengharapakan ia menjadi seorang ayah yang baik untuk anak-anaknya kelak namun ia tetap keukeuh ingin mengutarakan pandangannya dalam berjihad.
Dani, seorang siswa lulusan SMA Yadika, yang sedari remaja sudah mendapati cobaan hidup yang begitu berat, Ayahnya masuk penjara sementara Ibunya yang tinggal di Kalimantan jarang mengunjunginya, ia pun tinggal bersama kakaknya namun kakaknya pun jarang pulang sampai suatu waktu Dani tidak dapat membayar tagihan listrik dan memutus aliran listrik kerumahnya, serta harus hidup dalam kegelapan, dan memeutuskan untuk lebih sering tinggal di Masjid sebagai Marbot, dari situlah awal mula pertemuannya dengan Syaifuddin Zuhri, seorang yang memiliki ilmu yang cukup tinggi karena pernah bersekolah di Yaman, dan menjadi pengikut Islam Salafi Mukhbil, yang diduga memiliki koneksi langsung dengan AL Qaeda Yaman dari segi pendanaan.
Perangainya serta kepiawaiannya membaca Al Qur’an membuat sosoknya begitu memepesona seorang Dani dan perlahan sosok Militan pun tumbuh dalam hati Dani.

Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

Leave a Reply

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.